Rabu, 05 Mei 2010

Tragedi Anak Jalanan

Tragedi Anak Jalanan: Cinta yang Bisu

Kita nikmati saja tragedi anak jalanan sebagai sesuatu yang lucu, tak perlu marah. Ah Bang Dede Mizwar kau menginspirasi banyak orang malam ini.
Demikian seharusnya manusia dilahirkan, tak melupakan kaki-kaki saudaranya yang gemetar menopang tubuhnya. Hanya sekedar untuk berusaha memaknai hidup masing-masing.

Seorang anak jalanan menyampaikan pesan yang begitu menggugah, membuat kita takjub dengan sebuah kata-kata sederhananya.

”belajarlah dengan keras, sayangi orang tuamu dengan tulus dan ikhlas”

Darimana dia mendapatka kata-kata itu, telah lama tak terdengar dan memiliki kekuatan. Terkadang kita akan terhenyak dengan sebuah nasehat, justru dari orang yang tak pernah kita sangka-sangka.

Tulus dan ikhlas, itulah kekuatan maha dahsyat yang akan bergema, dimana setiap rintihan seorang ibu yang mensucikan anak-anaknya dengan doa-doanya setiap saat. Ibu akan menjelma menjadi malaikat, juga akan menjadi saksi dari sebuah petualangan seorang anak menggauli dunia, di situlah muara cinta yang hilang, cinta yang diam, dan cinta yang sakit.

Lihatlah wajah-wajah itu, otot yang membalutnya sangat mengisyaratkan sebuah ekspresi apa adanya, sangat jauh dari manipulasi kosmetik dan dandanan yang absurd. Tokoh-tokoh keadilan telah menempah banyak tulang belulang yang bergerak dengan rintihan hati yang berat. Selalu ketakutan dan memberontak dengan sistem, keteraturan dan tong kosong yang berbunyi nyaring.

Dalam acara ‘Rossy’ malam ini. Anak jalanan telah membuat hati begitu pilu. Tak berharap ini tak hanya sesaat. Yang akan menitikkan air mata kalbu yang menetes tanpa air. Seorang sutradara memungut beberapa di antara mereka yang lahir dari rahim-rahim yang menjerit. Mungkin mencoba membuka mata kita melalui filmnya, bahwa ada cinta yang tak sempat kita rajut kepada mereka yang dijalanan, padahal setiap hari kita melihat mereka sambil lalu, memainkan gitar dan menyanyikan sebuah lagu, di dekat telinga kita.

Tak perlu marah kepada angin, kepada tembok yang semakin tebal. Karena suara-suara yang serak itu akan berlalu atau terpantul menampar hati nurani yang semakin sembilu. Suara gemerincing tutup-tutup botol mendesain jiwa anak-anak negeri yang berserakan di setiap jalanan. Memetik butiran beras yang dari tangan-tangan orang yang lewat, sibuk memburu waktu.

Jiwa-jiwa petarung itu, survive dengan cara yang tak bisa dibayangkan. Tanpa basa-basi , mereka ‘to the point’ menyapaikan keinginan, mungkin di benak mereka politik adalah racun, karena semua yang racun-racun itu tak pernah membuat jiwa beranjak dari tempatnya. Hanya akan menjadi permainan yang berputar tanpa henti, di kepala banyak orang.

Jika harus bertarung dengan hanya nafas yang tersisa, anak-anak jalanan akan lebih survive, membimbing orang-orang beruntung tentang sebuah kehidupan yang keras, terhimpit secara abadi, juga tentang bagaimana beradaptasi dengan lingkungan yang senasib, di komunitas mereka, cinta tak pernah diperbincangkan secara detail, tapi seorang anak kecil gesit mencari belas kasih telah ditulis oleh banyak pujangga yang lewat, di sana ada defenisi sana-sini: Anak jalanan.

Jangan biarkan generasi yang tak memiliki akses ini tenggelam dalam peradaban, lalu hilang entah kemana.
Di sana bisa jadi ada Einstein, Soekarno, Syahrir, Hatta, dan Soe Hok Gie yang terlupakan.

Untuk saudaraku yang hidup dijalanan, terima kasih. Karena di antara kalian ada yang membuatku semakin bersemangat, setelah banyak orang, aku, dan sahabat-sahabat yang lain bisa jadi melupakan sebauh hakikat hidup.

Bahwa, semua kita telah lahir dari rahim yang suci, telah dititipkan sebuah amanah sosial untuk saling menasehati, membantu sesama yang terhimpit kesulitan hidup, juga kerap melupakan keikhlasan yang dalam kepada orang tua, Ibunda dan Ayahanda kita masing-masing.

…….Semoga sejarah tak melupakan dirimu kawan……

Note: Terinspirasi dari acara ”Rossy” malam ini, pilu dan bahagia melihat saudara-saudara kita yang mengajarkan sisi lain hakikat sebuah perjuangan anak-anak jalanan.

” Negeri Ini semakin Lucu…..
( Dede Mizwar)

Salam kompasiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar